Home » Kitab Suci » Hantu Bernama Mattā

Hantu Bernama Mattā

padamutisarana 07 Jun 2016 618

hantu bernama matta share by tisaranaDotNet

“Kamu telanjang dan berpenampilan menyeramkan.” Hal ini dikatakan oleh Sang Buddha sewaktu beliau berdiam di Hutan Jeta sehubungan dengan hantu wanita bernama Mattā.

Dikatakan bahwa di Sāvatthi ada seorang laki-laki kaya yang mempunyai keyakinan dan ketaatan/kesetiaan yang kuat terhadap Buddha, Dhamma, dan Sangha. Namun demikian, sang istri yang bernama Mattā, tidak mempunyai keyakinan maupun kesetiaan sama sekali. Selain itu, ia mandul dan mempunyai sifat pemarah. Suatu ketika, karena takut garis keturunannya terputus, maka ia mengambil seorang istri lagi dari suku yang sama, bernama Tissā. Ia mempunyai kesetiaan dan keyakinan pada Triratna, selain itu ia juga sangat sayang dan baik kepada suaminya. Tidak lama kemudian, ia pun hamil; dan setelah 10 bulan, melahirkan seorang anak laki-laki. Mereka beri nama Bhūta. Tissā pun menjadi nyonya di rumah tersebut dan menjadi penyokong yang sangat baik dan perhatian terhadap 4 orang bhikkhu.
Sang istri tua yang mandul kemudian menjadi cemburu padanya. Suatu hari mereka berdua mencuci rambut mereka dan kemudian berdiri dengan rambut yang masih basah. Sang suami sangat mencintai Tissā karena sikapnya yang mulia dan sering kali sambil berdiri berbicara padanya dengan penuh perasaan. Melihat mereka berdua berdiri, sang suami pun menegur Tissā dengan penuh perasaan. Melihat hal ini, Mattā yang tidak bisa menahan perasaan kesalnya karena merasa sangat cemburu, pergi menyapu lantai rumahnya dan menaburi kotoran dan sampah yang dia kumpulkan ke kepala Tissā.

Dengan berjalannya waktu, Mattā meninggal dunia dan terlahir menjadi makhluk peta (hantu kelaparan) akibat kekuatan hasil dari perbuatan yang telah dilakukannya. Suatu hari ketika malam mulai menjelang, ia menampakkan dirinya ke Tissā yang saat itu sedang mandi di belakang rumahnya. Ketika Tissā melihatnya, Tissā bertanya kepadanya dalam bentuk syair:

“Kamu telanjang dan berpenampilan menyeramkan; kurus dan pembuluhpembuluh darahmu/urat-uratmu nampak sangat jelas. Kamu kerempeng, tulang rusukmu menonjol; siapa kamu, kamu yang berdiri di sana?”

Maka terjadilah tanya jawab diantara mereka berdua. Setelah ditanya oleh Tissā, Mattā pun menjawab,

‘Saya adalah Mattā, Kamu adalah Tissā. Saya adalah istri pertama suamimu di kehidupan yang lalu. Akibat melakukan perbuatan jahat, saya meninggal dari alam manusia dan terlahir menjadi hantu kelaparan.’

Kemudian, Tissā bertanya kembali,

“Sekarang katakan perbuatan jahat apa yang kau lakukan melalui pikiran, ucapan, dan jasmani? Sebagai akibat perbuatan yang mana yang membuatmu setelah meninggal dari alam manusia terlahir di alam hantu kelaparan?”

 

Ditanya demikian, Mattā menjawab,

‘Saya adalah seorang yang pemarah dan kasar, seorang pencemburu, jahat, dan licik. Karena mengucapkan kata-kata buruk kepadamu, setelah saya meninggal dari alam manusia, saya terlahir menjadi hantu kelaparan.’
Tissā berkata,

“Saya juga mengetahui semua itu, betapa pemarahnya kamu; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu dipenuhi/diselimuti oleh debu?”
Mattā menjawab,

‘Suatu hari, setelah kamu telah mencuci rambutmu dan telah memakai baju yang bersih dan berdandan; tetapi saya juga demikian, bahkan dandanan saya melebihimu. Ketika saya melihatmu berbincang-bincang dengan suami kita, kamu menyebabkan timbulnya perasaan cemburu dan marah yang sangat kuat dalam diriku. Maka, saya mengumpulkan kotoran dan menaburinya ke kamu. Ini adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang dipenuhi/diselimuti oleh debu.’
Tissā berkata,

“Saya juga mengetahui semua itu, bagaimana kamu menuangkan debu tersebut kepadaku; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu terserang gatal-gatal?”

Mattā menjawab,

‘Suatu hari, kita pergi ke pinggir hutan untuk mengambil bahan obat-obatan dari tumbuhan. Kamu membawa pulang bahan obat-obatan dari tumbuhanyang baik untukmu sesuai yang dianjurkan tabib, sedangkan saya membawa pulang buah kapikacchu (sejenis buah yang dapat menyebabkan gatal bila tersentuh). Dan tanpa sepengetahuanmu, saya taburkan buah-buah tersebut di ranjangmu. Ini adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang terserang gatal-gatal.’

Tissā berkata,

“Saya juga mengetahui semua itu, bagaimana kamu taburkan buahbuah tersebut di ranjangku; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu telanjang?”
Mattā menjawab,

‘Suatu hari, ada acara kumpul-kumpul bersama teman-teman dan sanak keluarga untuk menyambut sebuah perayaan. Kamu diajak oleh suami kita untuk menghadirinya, tetapi saya tidak. Kemudian, tanpa sepengetahuanmu saya mengambil (mencuri) pakaianmu. Ini adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang telanjang.’

Tissā berkata,

“Saya juga mengetahui semua itu, bagaimana kamu mencuri pakaianku; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa baumu tercium seperti bau kotoran?”
Mattā menjawab,

‘Aku membuang minyak wangi, rangkaian bunga, dan krim pewangimu yang mahal ke toilet. Ini adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang tercium seperti bau kotoran.’
Tissā berkata,

“Saya juga mengetahui semua itu, bagaimana perbuatan jahat tersebut kau lakukan; tetapi ada hal lain yang ingin saya tanyakan kepadamu, mengapa kamu hidup dalam keadaan yang sangat menderita?”

Mattā menjawab,

‘Harta apapun yang berada di rumah kita, kita berdua mempunyai hak yang sama atas harta-harta tersebut. Walaupun ada kesempatan untuk melakukan kegiatan berdana, saya tidak melakukannya. Ini adalah akibat perbuatan tersebut, sehingga saya sekarang hidup sangat menderita.’ Setelah menjawab pertanyaan tersebut, ia berkata kembali, ‘Walaupun kamu telah memperingati saya untuk tidak melakukan perbuatanperbuatan buruk tersebut dengan berkata “Kamu sedang melakukan perbuatan-perbuatan buruk; sudah pasti bukan dengan melakukan perbuatan-perbuatan buruk kehidupan yang bahagia dapat dicapai” tetapi saya tidak mempedulikannya.’

Mendengar hal itu, Tissā berkata, “Saya mengatakan hal itu untuk kebaikanmu, tetapi kau menyalah-artikannya, karena saat itu kau sangat cemburu padaku. Berhati-hatilah, jaga dirimu dari segala hasil dari perbuatan-perbuatan buruk yang telah kau lakukan.”

Kemudian, ketika tanya jawab ini sedang berlangsung, Mattā melihat bekas suaminya pulang dan diapun berkata, ‘Aku telanjang dan berpenampilan menyeramkan; kurus dan pembuluh-pembuluh darahku/urat-uratku nampak sangat jelas. Keadaan ini sangatlah memalukan bagi seorang wanita. Jangan biarkan ayahnya Bhūta melihatku.

Tissā berkata, “Baiklah, sekarang apa yang saya dapat berikan padamu atau apa yang saya dapat lakukan sehingga hal itu dapat membuatmu bahagia dan dipenuhi oleh semua yang kau inginkan?”

Mattā menjawab, ‘Berdanalah pada 4 orang bhikkhu sebagai Sangha dan 4 orang bhikkhu sebagai individu. Jamulah kedelapan bhikkhu ini dan limpahkanlah jasanya kepadaku, dengan demikian saya akan bahagia dan dipenuhi oleh semua yang saya inginkan.’

Tissā berkata, “Baiklah, dia menyetujuinya.” Setelah itu, Tissā memberitahukan apa yang telah terjadi kepada suaminya. Di keesokan harinya, setelah semua persiapan selesai dilakukan, suaminya menjamu delapan orang bhikkhu, memberikan mereka jubah dan kemudian ia dedikasikan kegiatan berdana tersebut untuk Mattā dengan melakukan pelimpahan jasa. Begitu pelimpahan jasa selesai, hasil dari berdana tersebut langsung terwujud bagi Mattā. Maka dia menjadi bersih, tampak segar dengan mengenakan gaun yang bersih dan indah – bahkan lebih indah dari gaun yang terbuat dari kain kāsi, dan dilengkapi dengan berbagai selendang dan perhiasan. Setelah mempunyai penampilan yang baru ini, dia menampakkan dirinya ke Tissā.

Melihat seorang makhluk yang sangat cantik di hadapannya, Tissā berkata, “Kau yang berdiri di sana dengan kecantikan yang sangat menawan, menerangi semua penjuru bagaikan sebuah bintang pembawa berkah, hasil perbuatan apakah yang menyebabkan kau memiliki kecantikan yang sungguh menawan? Hasil perbuatan apakah yang menyebabkan kau memiliki apapun kesenangan yang sesuai dengan keinginan hatimu? Aku bertanya kepadamu Oh dewi yang maha agung, perbuatan berjasa apakah yang kau lakukan ketika kamu hidup sebagai manusia? Hasil perbuatan apakah yang menyebabkan kau memiliki kecantikan dan cahaya terang yang berkemilau menerangi segala penjuru?”

Mattā menjawab, ‘Saya adalah Mattā, Kamu adalah Tissā. Saya adalah istri pertama suamimu di kehidupan yang lalu. Akibat melakukan perbuatan jahat, saya meninggal dari alam manusia dan terlahir menjadi hantu kelaparan.’ Tetapi sekarang, berkat pelimpahan jasa yang kau berikan, saya menikmati kehidupanku, tidak ada lagi ketakutan. Semoga kau panjang umur saudaraku, bersama seluruh sanak saudaramu, semoga kau mencapai alam dewa (Paranimmita) Vasavatti (alam dewa tingkat ke-6, yang tertinggi) di mana tidak ada lagi kesedihan dan polusi (ini maksudnya bebas dari keringat dan kotoran). Jalanilah hidup sesuai dengan Dhamma dan berdanalah sayangku, hilangkanlah noda dari keegoisan dan akarnya (yaitu keserakahan); semoga kau mencapai alam dewa.

Tissā kemudian mengatakan kejadian ini kepada suaminya, suaminya mengatakan kejadian ini ke para bhikkhu, dan mereka memberitahukannya kepada Sang Buddha. Sang Buddha melihat bahwa hal ini perlu dijelaskan dan Ia pun mengajarkan Dhamma kepada semua orang yang sedang berkumpul di sana. Begitu mereka mendengar penjelasan Sang Buddha mengenai hal ini, mereka menjadi cemas dan berusaha menyingkirkan keegoisannya dan kekotoran mental yang lainnya. Mereka menjadi condong kepada praktik-praktik kebajikan seperti berdana, menjalankan sila, dan meditasi, yang semuanya akan mengkondisikan mereka menuju alam bahagia.

Moral cerita:
Kisah Mattā, sang hantu kelaparan ini (peta), menggambarkan dengan jelas sekali bagaimana perbuatan jahat seseorang akan kembali kepadanya dan bermanifestasi sebagai penderitaan. Di sini dijelaskan bahwa praktik pelimpahan jasa dapat membantu makhluk peta untuk mendapatkan kebahagiaan. Seperti yang Mattā anjurkan kepada Tissā, sesungguhnyalah semua orang harus berjalan sesuai dengan Dhamma (Kebenaran), kembangkanlah praktik-praktik kebajikan. Untuk penjelasan lebih detil tentang kategori berdana kepada Sangha dan individu serta hasil yang didapatnya, dapat dibaca di buku DANA. Satu hal lagi yang bisa dipetik dari kisah ini adalah, adanya alam kehidupan lain selain alam manusia, surga, dan neraka; adanya kehidupan sebelum dan sesudah kehidupan ini (kecuali untuk Arahat, ini adalah kehidupannya yang terakhir).

Cerita ini terdapat di Kitab Sutta-Pitaka, Khuddaka Nikāya, Peta-vatthu II. 3,
(Exposition of Mattā Petī Story). Namun cerita ini diambil dari kitab komentarnya, yaitu kitab
komentar dari cerita makhluk peta (Paramattha-dīpanī nāma Petavatthu-aṭṭhakathā), Ubbarī
Vagga no 3, hal. 89, oleh DhammaPāla, diterjemahkan ke bahasa Inggris oleh U Ba Kyaw,
diedit dan diberi catatan tambahan oleh Peter Masefield. The Pali Text Society, London,
1980. Printed by Unwin Brothers Limited, The Gresham Press, Old Woking, Surrey.

Comments are not available at the moment.

Sorry, the comment form has been disabled on this page/article.
Related post
Berani Jujur Itu Hebat – Materi Sekolah Minggu Buddha – Roch Aksiadi

padamutisarana

17 Jul 2022

Gambar ilustrasi Pedagang yang Baik sedang berinteraksi Tisarana.Net  – 17 Juli 2022 – SMB Sidharta Vihara Padumuttara Tangerang Banten Pagi nan cerah di vihara daerah Kota Tangerang Provinsi Banten, terlihat sangat ramai para umat yang beribadah. Vihara ini sudah sangat terkenal di daerah Tangerang pada kususnya dan di Indonesia pada umumnya. Umat Buddha di Jabodetabek …

Apakah yang menjadi pemisah, pembagi, dan perbedaan diantara mereka?

padamutisarana

08 Nov 2019

Renungan Harian Agama Buddha Oleh : Ven. Shravasti Dhammika Seorang awam mengalami perasaan menyenangkan, menyakitkan, dan netral. dan demikian pula dengan siswa utama yang telah mendapatkan petunjuk. Jadi, apakah yang menjadi pemisah, pembagi, dan perbedaan diantara mereka? Bila seorang awam tersentuh oleh suatu perasaan menyakitkan, la gelisah dan bersedih hati, meratap. memukuli dadanya, menangis, dan …

Sigalovada Sutta – Ajaran Guru Buddha untuk Perumah Tangga

padamutisarana

26 Okt 2019

SIGALOVADA SUTTA Sumber : Sutta Pitaka Digha Nikaya Oleh : Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha Penerbit : Badan Penerbit Ariya Surya Chandra, 1991 Demikian yang telah kami dengar : 1. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di Vihara Hutan Bambu di Kalandakanivapa (Tempat Pemeliharaan Tupai). Pada waktu itu, Sigala Putra kepala keluarga, …

Kisah Murid Yang Tinggal Bersama Mahakassapa Thera

padamutisarana

12 Des 2017

👉Ketika Mahakassapa Thera bersemayam dekat Rajagaha, beliau tinggal bersama dua orang bhikkhu muda. Salah satu bhikkhu tersebut sangat hormat, patuh, dan taat kepada Mahakassapa Thera. Tetapi bhikkhu yang satu lagi tidak seperti itu. Ketika Mahakassapa Thera mencela kekurang-taatan melaksanakan tugas-tugas murid yang belakangan, murid tersebut sangat kecewa. Pada suatu kesempatan, ia pergi ke salah satu …

Kisah Kumbhaghosaka – Dhammapada 2 : 24

padamutisarana

11 Des 2017

Suatu ketika, ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha. Di rumah bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat wabah tersebut. Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut. Ketika mereka berdua merasa akan mendekati ajal, mereka memerintahkan anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi meninggalkan mereka, pergi dari rumah, dan kembali lagi pada waktu yang lama, agar …

Kisah Punna Seorang Budak Wanita

padamutisarana

10 Des 2017

Suatu malam, Punna, seorang budak wanita, sedang menumbuk padi untuk tuannya. Karena lelah, ia beristirahat sejenak. Saat beristirahat, ia melihat Dabba Thera memimpin beberapa bhikkhu berjalan menuju vihara, setelah mereka mendengarkan Dhamma. Gadis itu melihat mereka masih terjaga, ia pun merenung, “Aku masih terjaga hingga larut malam karena aku seorang yang miskin dan harus bekerja …

x
x