Home » Kitab Suci » Sutta Pitaka » Apakah yang menjadi pemisah, pembagi, dan perbedaan diantara mereka?

Apakah yang menjadi pemisah, pembagi, dan perbedaan diantara mereka?

padamutisarana 08 Nov 2019 1.353


Renungan Harian Agama Buddha
Oleh : Ven. Shravasti Dhammika


Seorang awam mengalami perasaan menyenangkan, menyakitkan, dan netral. dan demikian pula dengan siswa utama yang telah mendapatkan petunjuk. Jadi, apakah yang menjadi pemisah, pembagi, dan perbedaan diantara mereka?

Bila seorang awam tersentuh oleh suatu perasaan menyakitkan, la gelisah dan bersedih hati, meratap. memukuli dadanya, menangis, dan putus asa.  Oleh karena itu, ia mengalami suatu perasaan jasmaniah dan suatu perasaan batiniah.

Ia bagaikan seorang yang terluka oleh sebatang anak panah. Dan setelah luka yang pertama, la terkena oleh anak panah yang kedua.
la akan mengalami perasaan-perasaan yang disebabkan oleh kedua anak panah itu. Dan demikianlah dengan seorang awam. Setelah tersentuh oleh suatu perasaan menyakitkan. la terus menolak dan kesal terhadapnya, dan dengan begitu suatu kecenderungan yang kuat dari penolakan dan kekesalan timbul.

Di bawah pengaruh perasaan menyakitkan ltu, Ia lalu beralih menikmati  kesenangan hawa nafsu. Dan mengapa la berbuat begitu? Karena seorang awam tidak mengetahui cara pelepasan lain dari perasaan menyakitkan kecuali dengan menikmati kesenangan hawa nafsu. Lalu dalam menikmati kesenangan hawa nafsu, suatu kecenderungan yang kuat untuk menikmati perasaan menyenangkan timbul.
Ia tidak mengetahui sebagaimana adanya muncul dan lenyapnya perasaan-perasaan itu, pemuasannya, bahayanya, atau pelepasan darinya.


Dalam kekurangan pengetahuan ini,  kecenderungan yang kuat terhadap ketidaktahuan tentang perasaan netral timbul. Maka apakah ia merasakan suatu perasaan menyenangkan, menyakitkan, atau pun netral, la merasakannya seperti seorang yang terbelenggu oleh perasaan tersebut.

Ia terbelenggu oleh kelahiran, usia tua dan kematian, oleh penderitaan, keluh kesah, sakit, kesedihan, dan keputusasaan.  Aku (Tathagata) nyatakan bahwa ia terbelenggu oleh penderitaan.

Namun bila siswa utama yang telah mendapatkan petunjuk tersentuh oleh suatu perasaan menyakitkan, la tidak gelisah, bersedih hati, atau mengeluh.  la tidak memukuli dadanya atau menangis, tidak juga putus asa. Hanya satu jenis perasaan yang dialaminya, suatu perasaan jasmaniah dan bukan perasaan batiniah.

la bagaikan seorang yang terluka oleh sebatang anak panah tetapi tidak terkena oleh anak panah lain yang mengikuti anak panah pertama. Dan demikianlah dengan siswa utama yang telah mendapatkan petunjuk.

Setelah tersentuh oleh perasaan menyakitkan ltu. la tidak menolak atau pun kesal terhadapnya, dan dengan begitu tidak ada kecenderungan yang kuat terhadap penolakan atau kekesalan timbul. Oleh karena itu sebagai akibat dari perasaan menyakitkan, ia tidak beralih untuk menikmati kesenangan hawa nafsu.

Dan mengapa tidak? Karena ia mengetahui suatu pelepasan dari perasaan menyakitkan selain dengan menikmati kesenangan hawa nafsu.
Lalu dengan tidak menikmati kesenangan hawa nafsu, kecenderungan yang kuat untuk menikmati perasaan menyenangkan tidak timbul.
Ia mengetahui sebagaimana adanya muncul dan lenyapnya perasaan-perasaan itu, pemuasannya, bahayanya, dan pelepasan darinya.

Dengan mengetahui ini, kecenderungan yang kuat terhadap ketidaktahuan tentang perasaan netral tidak timbul. Jadi apakah ia merasakan suatu perasaan menyenangkan, menyakitkan, atau pun netral, ia merasakannya seperti seorang yang terbebas darinya.

Ia terbebas dari kelahiran, usia tua, dan kematian, dari penderitaan, keluh kesah, sakit, kesedihan, dan keputusasaan.  Aku (Tathagata) nyatakan bahwa ia terbebas dari penderitaan.

~ Samyutta Nikaya IV 207 ~

Buddha Wacana
Penerbit Karaniya

 

Sumber : https://www.facebook.com/TS2C2/

Comments are not available at the moment.

Sorry, the comment form has been disabled on this page/article.
Related post
Sigalovada Sutta – Ajaran Guru Buddha untuk Perumah Tangga

padamutisarana

26 Okt 2019

SIGALOVADA SUTTA Sumber : Sutta Pitaka Digha Nikaya Oleh : Penterjemah Kitab Suci Agama Buddha Penerbit : Badan Penerbit Ariya Surya Chandra, 1991 Demikian yang telah kami dengar : 1. Pada suatu ketika Sang Bhagava sedang berdiam di Rajagaha, di Vihara Hutan Bambu di Kalandakanivapa (Tempat Pemeliharaan Tupai). Pada waktu itu, Sigala Putra kepala keluarga, …

Kisah Murid Yang Tinggal Bersama Mahakassapa Thera

padamutisarana

12 Des 2017

👉Ketika Mahakassapa Thera bersemayam dekat Rajagaha, beliau tinggal bersama dua orang bhikkhu muda. Salah satu bhikkhu tersebut sangat hormat, patuh, dan taat kepada Mahakassapa Thera. Tetapi bhikkhu yang satu lagi tidak seperti itu. Ketika Mahakassapa Thera mencela kekurang-taatan melaksanakan tugas-tugas murid yang belakangan, murid tersebut sangat kecewa. Pada suatu kesempatan, ia pergi ke salah satu …

Kisah Kumbhaghosaka – Dhammapada 2 : 24

padamutisarana

11 Des 2017

Suatu ketika, ada suatu wabah penyakit menular menyerang kota Rajagaha. Di rumah bendahara kerajaan, para pelayan banyak yang meninggal akibat wabah tersebut. Bendahara dan istrinya juga terkena wabah tersebut. Ketika mereka berdua merasa akan mendekati ajal, mereka memerintahkan anaknya Kumbhaghosaka untuk pergi meninggalkan mereka, pergi dari rumah, dan kembali lagi pada waktu yang lama, agar …

Kisah Punna Seorang Budak Wanita

padamutisarana

10 Des 2017

Suatu malam, Punna, seorang budak wanita, sedang menumbuk padi untuk tuannya. Karena lelah, ia beristirahat sejenak. Saat beristirahat, ia melihat Dabba Thera memimpin beberapa bhikkhu berjalan menuju vihara, setelah mereka mendengarkan Dhamma. Gadis itu melihat mereka masih terjaga, ia pun merenung, “Aku masih terjaga hingga larut malam karena aku seorang yang miskin dan harus bekerja …

MAHA PARINIBBANA SUTTA

padamutisarana

16 Mei 2017

MAHA PARINIBBANA SUTTA Sumber: Maha Parinibbana Sutta Editor : Pandita Pannasiri, Disempurnakan : Cornelis Wowor, MA. Diterbitkan : CV. Lovina Indah, Jakarta 1989 BAB I DEMIKIANLAH YANG TELAH KAMI DENGAR 1. Ketika Sang Buddha berdiam di atas puncak Gijjhakuta, Rajagaha, raja Magadha Ajatasattu, putra ratu Viheda berkeinginan untuk berperang melawan suku Vajji. Raja Ajatasattu berpikir …

Kisah Seorang Bhikkhu yang Membunuh Angsa

padamutisarana

14 Agu 2016

Dhammapada 362 Suatu ketika, terdapatlah seorang bhikkhu muda yang sangat mahir melempar batu. Ia mampu membidik objeknya dengan tepat tanpa gagal. Suatu hari ketika ia duduk bersama dengan bhikkhu lain setelah selesai membersihkan diri di tepi sungai Aciravati, ia melihat dua ekor angsa yang sedang terbang. Ia bercerita pada temannya bahwa ia akan berusaha untuk …

x
x