apa itu tri ratna dalam ajara Buddha
Home » Dasar Agama Buddha » Apa itu Tiratana ?

Apa itu Tiratana ?

padamutisarana 30 Nov 2015 8.620
apa itu tri ratna dalam ajara Buddha

apa itu tri ratna dalam ajara Buddha

Agama Buddha yang oleh umat Buddha dikenal sebagai Buddha Dhamma, bersumber pada kesunyataan yang diungkapkan oleh Sang Buddha Gotama lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu, yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan Pandangan Terang, dan oleh karenanya dapat membebaskan manusia dari ketidaktahuan (avijja) dan penderitaan (dukkha).

Dalam sejarah perkembangan agama Buddha, telah timbul berbagai mazhab dan sekte, yang saling berbeda dalam cara masing-masing menafsirkan segi-segi tertentu dari ajaran Sang Buddha, juga dalam ritualnya.

Akan tetapi, sekalipun terdapat perbedaan di antara mazhab dan sekte-sekte agama Buddha, namun semuanya memiliki landasan-landasan dasar pokok dan tujuan yang sama, yang bersumber pada ajaran Sang Buddha Gotama. Perbedaan yang terdapat adalah dalam titik berat dan penekanan, tafsiran serta pengembangan falsafah dari pada landasan-landasan pokok tersebut. Salah satu landasan pokok terpenting yang terdapat dalam semua sekte dan mazhab tersebut adalah TIRATANA.

apa itu tiratana?

Kata Tiratana terdiri dari kata Ti, yang artinya tiga dan Ratana, yang artinya permata/mustika; yang maknanya sangat berharga. Jadi, arti Tira-tana secara keseluruhan adalah Tiga Permata (Tiga Mustika) yang nilainya tidak bisa diukur; karena merupakan sesuatu yang agung, luhur, mulia, yang sangat penting untuk dimengerti (dipahami) dan diyakini oleh umat Buddha.

Sesuai dengan arti katanya, yaitu Tiga Mustika atau Tiga Permata, maka isi Tiratana memang terdiri dari 3 permata atau tiga Ratana, yaitu: Buddha Ratana, Dhamma Ratana, dan Sangha Ratana.

Buddha ratana

Buddha Ratana mengacu kepada Sang Buddha.Sang Buddha adalah perwujudan dari seluruh kebajikan-kebajikan yang agung. Di dalam Buddha terdapat perwujudan dari moralitas tertinggi (Sîla), konsentrasi paling mendalam (Samadhi), dan kebijaksanaan mendalam (Pañña). Sifat-sifat mulia yang tidak dapat dilampaui dan tiada bandingannya dalam sejarah manusia. Setiap insan Buddhis di seluruh dunia membabarkan dan merenungkan sembilan kebajikan agung dari seorang Buddha dalam latihan puja bakti mereka sehari-hari.

Meskipun Sang Buddha memiliki berbagai kemuliaan yang lain, di sini hanya digambarkan sembilan sifat agung Sang Buddha. Di sekolah-sekolah Buddhis yang lain, para pengikut telah memperkenalkan Buddha-Buddha yang beragam dengan menyebutkan beberapa sifat agung dari Sang Buddha. Bagaimanapun juga, cara apapun yang dipergunakan untuk memperkenalkan Sang Buddha, adalah sebuah fakta bahwa sejarah para Buddha telah muncul di dunia ini dari waktu ke waktu, diilhami dengan kebajikan-kebajikan dan penerangan yang sama. Oleh karena itu, seharusnya tiada perbedaan menghormat pada tiap-tiap Buddha, jika Buddha yang dimaksud adalah seorang Buddha yang sesungguhnya. Konsekuensinya, seharusnya tidak perlu ada perselisihan berkaitan dengan Buddha yang mana yang lebih berkuasa ataupun lebih hebat dibandingkan Buddha yang lain.

Arti Buddha (dalam Khuddaka Nikaya) adalah:

1. Dia Sang Penemu (Bujjhita) Kebenaran

2. Ia yang telah mencapai Penerangan Sempurna

3. Ia yang memberikan penerangan (Bodhita) dari generasi ke generasi

4. Ia yang telah mencapai kesempurnaan melalui ‘penembusan’, sempurna penglihatanNya, dan mencapai kesempurnaan tanpa bantuan siapapun.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/265, disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sang Buddha, atau disebut Buddhaguna. Ada sembilan Buddhaguna, yaitu sebagai berikut.

1. Araham
Manusia suci yang terbebas dari kekotoran batin.

2. Sammâsambuddho
Manusia yang mencapai penerangan sempurna dengan usaha sendiri.

3. Vijjâcaranasampanno
Mempunyai penglihatan jernih yang sempurna dan tindak-tanduk bajik yang juga sempurna.

4. Sugato
Bertindak benar, berbicara benar.

5. Lokavidû
Mengetahui dengan sempurna keadaan setiap alam.

6. Anuttaro purisadammasârathi
Pembimbing umat manusia yang tiada bandingnya bagi mereka yang tidak dapat ditundukkan.

7. Satthâ devamanussânam
Guru para dewa dan manusia.

8. Buddho
Yang sadar dan menunjukkan jalan menuju kesadaran.

9. Bhagavâ
Yang patut dimuliakan (dijunjung).

Araham

Sang Buddha digambarkan sebagai seorang Arahat dalam 5 aspek, yakni:

1. Beliau yang telah terlepas dari semua kekotoran batin.

2. Beliau yang telah mengalahkan semua musuh berkaitan dengan pelenyapan kekotoran batin.

3. Beliau yang telah menghancurkan ruji-ruji roda kelahiran.

4. Beliau patut menerima persembahan dan penghormatan.

5. Beliau tidak menyembunyikan rahasia apapun dalam karakterNya ataupun ajaranNya.

Sang Buddha adalah figur terbesar dalam sejarah manusia,dengan kehidupan sempurna, mutlak, tanpa cela, dan tanpa noda. Di kaki pohon Bodhi, Beliau mengalahkan semua kejahatan dan mengakhiri semua penderitaan dengan pencapaian Nibbâna. Beliau adalah guru bagi para dewa dan manusia yang begitu patut menerima semua penghormatan. Ajaran-ajaran Beliau tidak menyimpan misteri atau rahasia, dan sama seperti sebuah buku yang terbuka bagi semuanya untuk datang dan melihat.

Sammâsambuddho

Sang Buddha disebut demikian, karena Beliau memahami keberadaan dunia dalam perspektifNya yang sesuai dan menemukan Empat Kebenaran Mulia melalui pemahaman Beliau sendiri. Lahir sebagai pangeran, Beliau meninggalkan keduniawian dan berusaha keras selama 6 tahun untuk mencari penerangan. Selama periode itu, Beliau telah mendatangi seluruh guru ternama dan mencoba segala cara yang yang diajarkan mereka. Setelah mencapai pencapaian yang bahkan setara dengan guruNya,beliau tetap tidak dapat menemukan tujuan penerangan yang sukar dipahami. Akhirnya, berdasarkan penelitianNya dengan pemahaman rasional dan menempuh Jalan Tengah,Beliau menemukan solusi akhir dari permasalahan universal dari ketidakpuasan, perselisihan, dan kekecewaan (dukkha). Beliau menemukan Hukum Saling Ketergantungan—Hukum Sebab Akibat yang dinilai Beliau sebagai realita dunia, dengan demikian menjadi Yang Tertinggi yang telah tercerahkan.

Vijjâcaranasampanno

Istilah ini berarti bahwa Sang Buddha yang terberkahi dengan penglihatan yang jernih sempurna dan perbuatan bajik yang patut diteladani. Ini memiliki dua aspek signifikan seperti yang telah ditunjukkan dalam pengetahuan beruas tiga dan kebijaksanaan beruas delapan.

Ketiga ruas pengetahuan dituliskan sebagai berikut:

1. Pertama-tama, Sang Buddha dapat mengingat kelahiran di masa lampauNya dan menelusuri kembali keberadaanNya, sama seperti halnya menelusuri kembali keberadaan makhluk lain.

2. Kedua, terpisah dari kemampuan untuk menceritakan masa lalu, Beliau memiliki keunikan tinjauan ke masa depan, yaitu kemampuan untuk melihat masa depan dan membayangkan keseluruhan jagad raya pada setiap momen.

3. Ketiga, Beliau memiliki pengetahuan menembus ke dalam mengenai ke-Arahat-an.

Pada kebijaksanaan beruas delapan, tertulis Sang Buddha memiliki keunikan berkah penglihatan, kekuatan adi daya untuk melakukan hal-hal di luar kemampuan normal,telinga supranatural, kekuatan untuk membaca pikiran orang lain, berbagai kekuatan fisik, kemampuan untuk mengingat kembali berbagai kelahiran masa lampau, mata supranatural, dan pengetahuan yang hebat mengenai kehidupan suci yang tenang.

Mengenai kata “carana” atau tindakan bajik, aspek ini dibagi menjadi 15 kategori yang berbeda atau jenis kebajikan-kebajikan yang diilhami sepenuhnya di dalam Sang Buddha. Kebajikan-kebajikan tambahan ini diklasifikasikan sebagai:

1. Menjaga perbuatan dan kata-kata,

2. Menjaga penyerapan pengaruh indera,

3. Makan makanan secukupnya,

4. Menghindari tidur yang berlebihan,

5. Menjaga kejernihan penglihatan sejernih kristal dalam keyakinan,

6. Mewujudkan rasa takut dalam melakukan perbuatan jahat,

7. Haus akan pengetahuan, energi, perhatian penuh, dan pemahaman—empat kecenderungan yang berkaitan dengan lingkup material,

8. Pañña, direfleksikan sebagai kebijaksanaan,

9. Karuna, direfleksikan sebagai belas kasih yang menganugerahi Beliau rasa kasih untuk melayani umat manusia,

10. Menyadari apa yang baik dan tidak baik bagi semua makhluk melalui kebijaksanaanNya,

11. Menuntun pengikutNya menjauhi kejahatan dan kesengsaraan melalui belas kasihNya,

12. Memancarkan tingkatan tertinggi toleransi bagi persaudaraan dan sifat-sifat luhur kepada semua makhluk.

Sugato

Sang Buddha juga disebut Sugato, yang berarti bahwa jalan Beliau adalah baik, tujuanNya sempurna, dan kata-kata serta metode yang digunakan untuk menunjukkan jalan adalah tidak berbahaya dan tanpa kesalahan. Jalan Sang Buddha untuk pencapaian kebahagiaan adalah benar dan suci, tidak berbelok, langsung, dan pasti. Kata-kata Beliau maha mulia dan sempurna. Banyak para ahli sejarah terkenal dan para ahli ilmu pengetahuan terkemuka telah memberi komentar bahwa satu-satunya agama yang masih tidak tertandingi oleh ilmu pengetahuan dan para pemikir bebas adalah kata-kata Sang Buddha.

Lokavidû
Istilah ini digunakan pada Sang Buddha sebagai seorang dengan pengetahuan dunia yang sangat hebat (exquisite).Sang Buddha telah mengalami, mengetahui, dan menembus ke dalam seluruh aspek kehidupan duniawi, secara fisik maupun spiritual. Beliau adalah yang pertama kali mengamati bahwa ada ribuan sistem di jagad raya. Beliau juga yang pertama kali menyatakan bahwa duniawi itu tidak ada melainkan hanya konseptual. Dalam kata-kata Beliau, adalah tidak bermakna untuk memikirkan pada asal dan akhir dunia atau alam semesta. Beliau berpandangan bahwa asal mula dunia, tenggelamnya dunia, dan jalan menuju tenggelamnya dunia dapat ditemukan di dalam ukuran—sepanjang tubuh manusia—dengan persepsi dan kesadarannya.

Anuttaro purisadammasârathi

Anuttaro berarti tiada tandingannya dan tiada tara (matchless and unsurpassed). Purisadamma menunjuk pada individual-individual yang mendapat berkah Dhamma,sementara Sârathi berarti pemimpin. Ketiga istilah ini digabungkan bersama, secara tidak langsung menunjukkan pemimpin tak tertandingi yang mampu menuntun orang-orang pembangkang menuju pada Jalan Kebenaran. Di antara mereka yang telah diajak mengikuti jalan Dhamma dan menghindari kejahatan adalah pembunuh ternama Angulimala, Alavaka dan Nalagiri, ratusan perampok, kanibal, dan pembangkang seperti Saccake. Mereka semuanya dibawa menuju relung Dhamma, dan banyak di antaranya bahkan mencapai ke-bodhisattâ-an dalam kehidupan mereka. Bahkan Devadata, “musuh” Sang Buddha, telah disadarkan kembali oleh Sang Buddha dengan rasa kasih Beliau yang besar.

Satthâ devamanussânam

Sang Buddha adalah Guru para dewa dan manusia. Ada pun ‘deva’ yang digunakan dalam konteks ini menunjuk pada makhluk yang dengan kamma baik mereka sendiri,telah melampaui tingkatan manusia yang bukan merupakan tingkatan akhir dari evolusi biologi. Deva dalam konteks Buddhis tidak memiliki hubungan dengan dongeng teologi tradisional kuno. Sang Buddha merupakan guru yang luar biasa, yang fleksibel dan mampu memikirkan teknik yang berbeda-beda sesuai kemampuan dan mentalitas dari deva dan manusia. Beliau mengajarkan setiap orang ke jalan hidup yang benar. Sang Buddha benar-benar seorang Guru yang universal.

Buddho

Buddho berarti Guru Besar (Master), Yang Maha Tahu,memiliki kekuatan luar biasa untuk meyakinkan yang lain akan penemuan besar Beliau, melalui seni yang hebat sekali dalam mengajarkan Dhamma kepada makhluk lain.Teknik Beliau tidak dapat ditandingi guru yang lain. Istilah Buddho memiliki pengertian sekunder yang diterjemahkan sebagai ‘Sadar’ karena keadaan umum seseorang terus menerus dalam keadaan tidak sadar. Sang Buddha adalah yang pertama kali ‘Sadar’ dan melepaskan diri dari keadaan tidak sadar. Sesudah itu, Beliau meyakinkan yang lain untuk sadar dan menjauhi sifat samsara kemalasan, yakni keadaan tidur atau tidak sadar.

Bhagavâ

Dari semua istilah yang digunakan untuk melukiskan Sang Buddha, kata-kata ‘Buddho’ dan ‘Bhagavâ’ sering digunakan secara terpisah, ataupun bersama-sama sebagai ‘Buddho Bhagavâ’ yang berarti ‘Yang Terberkahi’. Rasa kagum dan hormat yang sudah sepantasnya, Terberkahi adalah nama Beliau. Oleh karena itu, kata ‘Bhagavâ’ memiliki bermacam-macam arti sesuai yang disarankan oleh beberapa komentator. Sang Buddha diistilahkan ‘Bhagavâ’ atau ‘Yang Terberkahi’ karena Beliau adalah yang paling berbahagia dan paling beruntung diantara manusia karena telah mengalahkan semua kejahatan, mampu menguraikan secara terperinci Dhamma tertinggi dan terberkahi dengan kemampuan intelektual supernormal, dan super manusiawi.

Tingkat Kebuddhaan

Tingkat kebuddhaan adalah tingkat pencapaian penerangan sempurna. Menurut tingkat pencapaiannya, Buddha dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:

Sammâ Sambuddha

1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahaNya sendiri, tanpa bantuan makhluk lain.
2. Mampu mengajarkan ajaran yang Ia peroleh (Dhamma) kepada makhluk lain.
3. Yang diajar tersebut bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti diriNya.

Pacceka Buddha

1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan dengan usahaNya sendiri, tanpa bantuan makhluk lain.
2. Tidak mengajarkan ajaran yang Ia peroleh kepada makhluk lain secara meluas.
3. Yang diajar tersebut belum mampu mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti diriNya.

Savaka Buddha

1. Orang yang mencapai tingkat kebuddhaan karena mendengarkan dan melaksanakan ajaran dari SammaSambuddha.
2. Mampu mengajarkan ajaran yang Ia peroleh kepada makhluk lain.
3. Yang diajar bisa mencapai tingkat-tingkat kesucian seperti diriNya.
Dhamma ratana

Dhamma berarti kebenaran, kesunyataan,atau bisa juga dikatakan sebagai ajaran Sang Buddha. Istilah Dhamma ini mempunyai arti yang sangat luas, yaitu mencakup tidak hanya segala sesuatu yang bersyarat saja,tetapi juga mencakup yang tidak bersyarat/yang mutlak. Untuk lebih jelasnya, dapat diuraikan dalam penjelasan berikut. ini.

Di dalam Anguttara Nikaya Tikanipata 20/266, disebutkan tentang sifat Dhamma, atau Dhammaguna. Ada 6 Dhammaguna, yakni sebagai berikut.

1. Svâkkhâto bhagavatâ dhammo
Dhamma Ajaran Sang Bhagava telah sempurna dibabarkan.

2. Sanditthiko
Berada sangat dekat (kesunyataan yang dapat dilihat dan dilaksanakan dengan kekuatan sendiri).

3. Akâliko
Tak ada jeda waktu atau tak lapuk oleh waktu.

4. Ehipassiko
Mengundang untuk dibuktikan.

5. Opanayiko
Menuntun ke dalam batin (dapat dipraktekkan).

6. Paccattam veditabbo viññûhi
Dapat diselami oleh para bijaksana dalam batin masing-masing.
Dhamma terbagi menjadi dua bagian, yaitu Paramattha Dhamma dan Paññatti Dhamma.

1. Paramattha Dhamma

Kenyataan tertinggi, ada empat, yaitu Citta (kesadaran),Cetasika (faktor batin), Rûpa (materi), dan Nibbâna.

2. Pannatti Dhamma

Sebutan, konsep, untuk dijadikan panggilan atau sebutan sesuai dengan keinginan manusia.

Paramattha Dhamma terbagi lagi menjadi dua macam,yaitu Sankhata Dhamma dan Asankhata Dhamma.
1. Sankhata Dhamma, berarti keadaan yang bersyarat,yaitu:

– tertampak dilahirkan/timbulnya (uppado paññâyati)
– tertampak padamnya (vayo paññâyati)
– Selama masih ada, tertampak perubahan-perubahannya (thitassa aññathattan paññâyati).

2. Asankhata Dhamma, berarti sesuatu yang tidak bersyarat,yaitu:

– tidak dilahirkan (na uppado paññâyati)
– tidak termusnah (na vayo paññâyati)
– ada dan tidak berubah (na thitassa aññathattan paññâyati)

Nibbâna disebut Asankhata Dhamma.

Untuk dapat mengerti dengan benar mengenai Dhamma tersebut, maka kita harus melaksanakan dengan tiga tahap,yaitu:

1. Pariyatti Dhamma
Mempelajari Dhamma secara teori, dalam hal ini, yaitu mempelajari dengan tekun Kitab Suci Tipitaka.

2. Patipatti Dhamma
Melaksanakan (memraktekkan) Dhamma tersebut di dalam kehidupan sehari-hari.

3. Pativedha Dhamma
Hasil (penembusan), yaitu hasil menganalisa dan merealisasi kejadian-kejadian hidup melalui meditasi pandangan terang (vipassanâ) hingga merealisasi Kebebasan Mutlak.

Dhamma akan melindungi mereka yang memraktekkan Dhamma. Praktek Dhamma akan membawa kebahagiaan.Barang siapa mengikuti Dhamma, maka tidak akan jatuh ke alam penderitaan.

Sangha ratana

Sangha berarti pesamuan atau persaudaraan para Bhikkhu.Kata Sangha pada umumnya ditujukan untuk sekelompok Bhikkhu.
Ada 2 jenis Sangha (persaudaraan para Bhikkhu),yaitu:

1. Sammuti Sangha
Persaudaraan para Bhikkhu biasa, artinya yang belum mencapai tingkat-tingkat kesucian.

2. Ariya Sangha
Persaudaraan para Bhikkhu suci, artinya yang telah mencapai tingkat-tingkat kesucian.

Pengertian “Sangha” di dalam Sangha Ratana ini, berarti kumpulan para Ariya atau kumpulan para mahluk suci. Di dalam ajaran Agama Buddha, dikenal adanya mahluk suci,yang disebut dengan istilah Ariya Puggala.

Ariya Puggala ini ada 4 tingkat, yaitu:

1. Sotâpanna
Orang suci tingkat pertama (sotâpatti-phala) yang terlahir paling banyak tujuh kali lagi.

2. Sakadâgâmi
Orang suci tingkat kedua (sakadâgâmi-phala) yang akan terlahir sekali lagi (di alam nafsu).

3. Anâgâmi
Orang suci tingkat ketiga (anâgâmi-phala) yang tidak akan terlahir lagi (di alam nafsu).

4. Arahat
Orang suci tingkat keempat (arahatta-phala) yang terbebas dari kelahiran dan kematian.

Selain ditinjau dari ‘belenggu’ yang mengikat pada roda kehidupan yang harus dipatahkan, pengertian mahluk suci ini juga dapat ditinjau dari segi kekotoran batin (kilesa)- nya, yang telah berhasil mereka basmi.
Di dalam Anguttara Nikaya, Tikanipata 20/267, disebutkan tentang sifat-sifat mulia Sangha, yang disebut Sanghaguna.

Ada 9 jenis Sanghaguna, yaitu sebagai berikut.

1. Supatipanno
Bertindak/berkelakuan baik

2. Ujupatipanno
Bertindak jujur / lurus

3. Ñayapatipanno
Bertindak benar (berjalan di ‘jalan’ yang benar, yang mengarah pada perealisasian Nibbâna)

4. Sâmîcipatipanno
Bertindak patut, penuh tanggung jawab dalam tindakannya.

5. Âhuneyyo
Patut menerima pemberian/persembahan.

6. Pâhuneyyo
Patut menerima (diberikan) tempat bernaung.

7. Dakkhineyyo
Patut menerima persembahan/dana.

8. Añjalikaranîyo
Patut menerima penghormatan (patut dihormati).

9. Anuttaram puññakhettam lokassâ
Lapangan (tempat) untuk menanam jasa yang paling luhur, yang tiada bandingnya di alam semesta.

Dalam Tiratana, yang dimaksud Sangha di sini berarti Ariya Sangha. Jadi kita berlindung kepada Ariya Sangha.Kita tidak berlindung kepada Sammuti Sangha; tetapi kita menghormati Sammuti Sangha karena para beliau ini mengemban amanat Sang Buddha sebagai penyebar Dhamma yang jalan hidupnya mengarah ke jalan Dhamma.

Para Bhikkhu Sangha yang selalu kokoh dalam Dhamma-Vinaya adalah merupakan ladang yang subur juga bagi para umat. Oleh karena itu para umat diharapkan juga bersedia menyokong agar para Bhikkhu Sangha kokoh dalam moralitas dan tindak-tanduknya.

Berlindung Kepada Tiratana

Umat Buddha di seluruh dunia menyatakan ketaatan dan kesetiaan mereka kepada Buddha, Dhamma dan Sangha dengan kata-kata dalam satu rumusan kuno yang sederhana,namun menyentuh hati, yang terkenal dengan nama TISARANA (Tiga Perlindungan), yang berbunyi:

Buddham saranam gacchâmi
Aku berlindung kepada Buddha

Dhammam saranam gacchâmi
Aku berlindung kepada Dhamma

Sangham saranam gacchâmi
Aku berlindung kepada Sangha.

Rumusan ini disabdakan oleh Sang Buddha Gotama sendiri(bukan oleh para siswa-Nya atau oleh makhluk lain) pada suatu ketika di Taman Rusa Isipatana dekat Benares, pada enam puluh Arahat siswa Beliau, ketika mereka akan berangkat menyebarkan Dhamma demi kesejahteraan dan kebahagiaan umat manusia. Sang Buddha Gotama bersabda:

“Para bhikkhu, ia (yang akan ditahbiskan menjadi samanerâ dan bhikkhu) hendaknya: setelah mencukur rambut kepala dan mengenakan jubah kuning…
bersujud di kaki para bhikkhu, lalu duduk bertumpu lutut dan merangkapkan kedua belah tangan di depan dada, dan berkata:

AKU BERLINDUNG KEPADA BUDDHA,

AKU BERLINDUNG KEPADA DHAMMA,

AKU BERLINDUNG KEPADA SANGHA”.

(Vinaya Pitaka I. 22)

Sang Buddha Gotama menetapkan rumusan tersebut bukan hanya bagi mereka yang akan ditahbiskan menjadi samanerâ dan bhikkhu, tetapi juga umat awam. Setiap orang yang memeluk agama Buddha, baik ia seorang awam atau pun seorang bhikkhu, menyatakan keyakinan dengan kata-kata rumusan Tisarana tersebut. Tampak betapa luhurnya kedudukan Buddha, Dhamma, dan Sangha. Bagi umat Buddha “berlindung kepada Tiratana” merupakan ungkapan keyakinan, sama seperti “syahadat” bagi umat Islam dan “credo” bagi umat Kristen.

Tisarana adalah ungkapan keyakinan (saddhâ) bagi umat Buddha. Saddhâ yang diungkapkan dengan kata “berlindung” itu mempunyai tiga aspek:

Aspek Kemauan

Seorang umat Buddha berlindung kepada Tiratana dengan penuh kesadaran, bukan sekedar sebagai kepercayaan teoritis, adat kebiasaan atau tradisi belaka. Tiratana akan benar-benar menjadi kenyataan bagi seseorang,apabila ia sungguh-sungguh berusaha mencapainya.

Karena adanya unsur kemauan inilah, maka saddhâ dalam agama Buddha merupakan suatu tindakan yang aktif dan sadar yang ditujukan untuk mencapai pembebasan, dan bukan suatu sikap yang pasif, “menunggu berkah dari atas”.

Aspek Pengertian

Ini mencakup pengertian akan perlunya Perlindungan, yang memberi harapan dan menjadi tujuan bagi semua makhluk dalam samsâra ini, dan pengertian akan adanya hakekat dari perlindungan itu sendiri.

Aspek Perasaan
Yang berlandaskan aspek pengertian di atas, dan mengandung unsur-unsur keyakinan, pengabdian dan cinta kasih. Pengertian akan adanya Perlindungan memberikan keyakinan yang kokoh dalam diri sendiri, serta menghasilkan ketenangan dan kekuatan. Pengertian akan perlunya Perlindungan mendorong pengabdian yang mendalam kepada-Nya, dan pengertian akan hakekat Perlindungan memenuhi batin dengan cinta kasih kepada Yang Maha Tinggi, yang memberikan semangat, kehangatan dan kegembiraan.

Dari uraian di atas dapat dirumuskan bahwa “berlindung” dalam agama Buddha berarti: “Suatu tindakan yang sadar yang bertujuan untuk mencapai pembebasan, yang berlandaskan pengertian dan didorong oleh keyakinan”. Atau secara singkat: “Suatu tindakan sadar dari pada keyakinan, pengertian dan pengabdian”.

Ketiga aspek dari pada “berlindung” ini sesuai dengan aspek kemauan, aspek pengertian dan aspek perasaan dari batin manusia. Oleh karena itu untuk mendapatkan perkembangan batin yang harmonis, ketiga aspek ini harus dipupuk bersama-sama.

Berlindung kepada Tiratana sebagai pengucapan kata-kata belaka tanpa dihayati, berarti kemerosotan dari suatu kebiasaan kuno yang mulia. Perbuatan demikian melenyapkan makna dan manfaat dari Perlindungan. Berlindung kepada Tiratana seharusnya merupakan ungkapan dari suatu dorongan batin yang sungguh-sungguh, seperti seorang yang apabila melihat suatu bahaya besar akan bergegas mencari perlindungan. Orang yang melihat rumahnya terbakar, tidak akan memperoleh keselamatan hanya dengan memuja keamanan dan kebebasan di luar tanpa bertindak untuk mencapainya.

Tindakan pertama ke arah keselamatan dan kebebasan ialah dengan “berlindung” secara benar, yaitu suatu tindakan sadar daripada keyakinan, pengertian dan pengabdian.

BUDDHA, sebagai perlindungan pertama, mengandung arti bahwa setiap orang mempunyai benih kebuddhaan dalam dirinya, bahwa setiap orang dapat mencapai apa yang telah dicapai oleh Sang Buddha Gotama.

“Seperti Sayalah para penakluk yang telah melenyapkan kekotoran batin.”
(Ariyapariyesana Sutta, Majjhima Nikaya)

Sebagai Perlindungan, Buddha bukanlah pribadi Pertapa Gotama, melainkan para Buddha sebagai manifestasi daripada Bodhi (Kebuddhaan) yang mengatasi keduniawian (lokuttara).

DHAMMA, sebagai perlindungan kedua, bukan berarti kata-kata yang terkandung dalam kitab suci atau konsepsi ajaran yang terdapat dalam batin manusia biasa yang masih berada dalam alam keduniaan (lokiya), melainkan

“Empat Tingkat Kesucian (Sotâpanna, Sakâdâgami,Anâgâmi, dan Arahat) beserta Nibbâna” yang dicapai pada akhir jalan.

SANGHA, sebagai perlindungan ketiga, bukan berarti kumpulan para bhikkhu yang anggota-anggotanya masih belum bebas dari kekotoran batin (bhikkhu Sangha),melainkan Pasamuan Para Bhikkhu Suci yang telah mencapai tingkat-tingkat Kesucian (Ariya Sangha).
Mereka ini menjadi teladan yang patut dicontoh.Namun landasan sesungguhnya dari Perlindungan ini ialah kemampuan yang ada pada setiap orang untuk mencapai tingkat-tingkat kesucian itu.

Dari uraian di atas, jelaslah bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha dalam aspeknya sebagai Perlindungan mempunyai sifat mengatasi keduniaan (lokuttara).Dalam hal ini dapat dikatakan bahwa Buddha, Dhamma dan Sangha merupakan manifestasi daripada Yang Mutlak, Yang Esa, yang menjadi tujuan terakhir semua makhluk. Buddha, Dhamma dan Sangha sebagai Tiratana adalah bentuk kesucian tertinggi yang dapat ditangkap oleh pikiran manusia biasa, dan oleh karena itu diajarkan sebagai Perlindungan yang Tertinggi oleh Sang Buddha.

(Dawai)

Sumber :

http://dhamma-vagga.blogspot.co.id/2011/12/agama-buddha-yang-oleh-umat-buddha.html

Comments are not available at the moment.

Sorry, the comment form has been disabled on this page/article.
Related post
Meditasi Pernafasan – Pendahuluan Anapanasati Pokok Meditasi oleh YM. Kasapa Thera

padamutisarana

28 Nov 2024

Meditasi Pernafasan adalah salah satu meditasi Buddhis yang sangat populer dan mudah dilakukan untuk mengembangkan batin dan nilai luhur setiap manusia   Menurut Ajaran Sang Maha Buddha, ada 40 mata pokok Meditasi yang diperuntukkan bekerjanya pikiran dalam membangun Ketenangan melalui Jhana (Pencerapan). Ini adalah disebut Kamma-tthana, dan kata ‘Thanam’ (tempat, stasiun, landasan). Jadi, Kammatthana berarti …

Umat Buddha Penuh Berkah dalam Puja Bakti Vihara Caggasasana Tangerang

padamutisarana

05 Agu 2022

Tisarana.net Rabu, 3 Agustus 2022 pukul 19.00 WIB umat Buddha di Vihara Caggasasana Tangerang sudah mulai berdatangan untuk mengikuti acara rutin yaitu puja bakti. Puja Bakti ini merupakan kegiatan yang sangat baik dimana umat Buddha dapat melakukan kebajikan secara lengkap melalui ucapan, pikiran, dan perbuatan. Perbuatan baik melalui pikiran, umat Buddha dapat melatih meditasi dengan …

Generasi Muda Penuh Berkah oleh Roch Aksiadi

padamutisarana

31 Jul 2022

Tisarana.Net – Tangerang, 30 Juli 2022 Vihara Punna Karya terletak di Curug Kabupaten Tangerang dan bagi warga Buddhis di Tangerang Vihara ini  sudah tidak asing lagi. Vihara Punna Karya terus memberikan pelayanan bagi umat Buddha di sekitar Tangerang dengan sangat baik. Tempatnya sangat nyaman dan pelayanannya sangat baik, semoga Vihara Punna Karya semakin sukses. Pelayanan …

Kisah-Kisah Hukum Karma dan Moral Ceritanya oleh YM. Bhikkhu Sikkhānanda

padamutisarana

18 Feb 2018

Namo Tassa Bhagavato Arahato Sammāsambuddhassa Penghormatan pada yang – Teragung, Layak Mendapatkan Penghormatan dari Semua  Makhluk, Tercerahkan Secara Sempurna atas Usaha Sendiri.   Hukum Karma  Anda pasti tidak asing dengan kata Karma atau Hukum Karma, bahkan bukan hanya dalam  percakapan sehari-hari kata Karma ini digunakan, tetapi juga tidak jarang kata Karma ini ditemukan  pada berita …

Bhavana atau Meditasi dalam Agama Buddha

padamutisarana

24 Jan 2017

  BHAVANA Oleh: Mettadewi W. PENGERTIAN, FAEDAH, DAN CARA MELAKSANAKAN BHAVANA   PENGERTIAN BHAVANA Bhavana berarti pengembangan, yaitu pengembangan batin dalam melaksanakan pembersihannya. Istilah lain yang arti dan pemakaiannya hampir sama dengan bhavana adalah samadhi. Samadhi berarti pemusatan pikiran pada suatu obyek. Samadhi yang benar (samma samadhi) adalah pemusatan pikiran pada obyek yang dapat menghilangkan …

Kebahagiaan Tertinggi adalah Nibbana atau Nirvana

padamutisarana

22 Feb 2016

INTISARI AGAMA BUDDHA Merupakan karya tulis Ven. Narada Mahathera dengan judul asli “ Buddhism in Nutshell.” Penerbit : Yayasan Dhamma Phala, Semarang   Proses kelahiran dan kematian ini berlangsung terus tanpa berhenti sampai arus ini dibelokkan keNibbanadhatu , tujuan akhir umat Buddha. Istilah Pali “ nibbana “ berasal dari kata ni dan vana. Ni merupakan …

x
x