Home » Ceramah » Kamma dan Vipaka Oleh: Y.M. Bhikkhu Thanavaro Thera, B.A., M.Ed.

Kamma dan Vipaka Oleh: Y.M. Bhikkhu Thanavaro Thera, B.A., M.Ed.

padamutisarana 07 Okt 2016 1.740

kamma-dan-vipaka-tisaranadotnet-media-informasi-dan-komunikasi-umat-buddha

Namo tassa bhagavato arahato sammasambuddhassa.

Secara umum, kamma atau karma berarti perbuatan. Umat Buddha memandang hukum karma seba­gai hukum kosmis tentang sebab dan akibat. Tidak ada sesuatu yang mun­cul tanpa sebab.

Dengan kata lain, tidak ada sesuatu atau makhlukyang muncul tanpa ada sebab lebih dahulu.

Rumusan agama Buddha tentang sebab akibat (Paticcasamuppada) adalah :

Dengan adanya ini, terjadilah itu. Dengan timbulnya ini, timbulah itu. Dengan tidak adanya ini, maka tidak ada itu. Dengan lenyapnya ini, maka lenyaplah itu. (Khuddhaka Nikaya, Udana 40)

Dalam 24 paccaya, kammapac­caya adalah cetana.

Cetana sama dengan kamma. Oleh sebab itu, Sang Buddha ber­ka­ta, “Ce­tanaham, bhikkhave, kam­mam vada­mi.” (Wahai para bhik­khu, niat ada­lah yang Saya sebut se­bagai kam­ma)

Bodhisatva memenuhi parami selama empat asan kheyya dan sera­tus ribu siklus dunia. Potensi-potensi tersebut mengikuti Beliau dari kehi­dupan sebagai petapa Sumedha hing­ga kehidupan sebagai Raja Ves­santara. Pada kehidupan tersebut pa rami dan potensi Beliau telah ram­­pung dan siap untuk menjadi Buddha.

Tidak hanya potensi yang baik, tetapi potensi yang buruk juga selalu mengiku kita. Setiap orang memiliki kusala dan akusala dalam sam?sa¯ra.

Kitab komentar memberikan per­umpamaan benih sebagai kamma pac­caya. Sebagaimana pohon yang tumbuh karena benih, tanpa benih, pohon tidak dapat tumbuh; demikian pula kusala (hal yang baik) atau aku­sala (hal yang tidak baik) memiliki cetana yang mendorong dirinya dan men­dorong citta dan cetasika yang menyertainya untuk berhubungan dengan objek. Cetana ini disebut kamma. Contohnya, ketika saya men­jelaskan Dhamma kepada anda, saya memiliki niat atau keinginan untuk membuat anda mengerti  . Niat atau keinginan inilah yang merupakan ceta­na. Demikian pula, bagi mereka yang mempersembahkan dana maka­nan dan bagi mereka yang tidak mem­persembahkan dana makanan adalah berbeda. Mereka yang mem­persembahkan makanan memiliki keinginan untuk memasak yang enak, kemudian mempersiapkan makanan tersebut dengan baik dan mem­per­sembahkannya kepada penerima de­ngan penuh hormat. Semua niat atau keinginan ini adalah cetana yang juga disebut kamma.

Terdapat  4 jenis Kamma berdasar­kan urutan potensi yaitu :

1. Garuka kamma

Garuka kamma berarti “kamma berat”. Jika seseorang memiliki ga­ruka kamma, maka ia pasti akan membuahkan hasil pada kehidupan setelah sekarang. Pada sisi kusala, jika seseorang mencapai jha¯na pada kehidupan ini dan dapat memper­ta­hankan hingga kematiannya; ia pasti akan terlahir sebagai brahma pada kehidupan selanjutnya. Di sisi aku­sala, jika seseorang melakukan salah satu perbuatan jahat berikut : mem­bunuh ibu, membunuh ayah, membu­nuh Arahat, membuat Sang Buddha berdarah, atau menyebabkan perpe­ca­han Sangha, maka ia pasti akan ter­lahir di neraka avi¯ci pada kehidupan selanjutnya.

2. Asanna kamma

Kamma selanjutnya adalah asanna kamma (kamma yang paling dekat), yang bekerja saat menjelang kema­tian. Karena dosa, orang-orang saling membunuh dan mati, jadi kam­ma pembunuhan ini adalah a¯sanna kam­ma. Pada sisi yang baik, seorang guru atau kerabat yang baik melafal­kan paritta untuk seseorang yang sekarat pada ranjang kematiannya dan mem­biarkan ia mendengarkan dhamma­desana. Jika ia mengambil objek tersebut dan meninggal, maka kam­ma mendengarkan pelafalan paritta atau dhammadesana juga me­rupakan asanna kamma. Jika seseo­rang tidak memiliki garuka kamma dan 5 javana kamma yang di tengah dari banyak kehidupan lampaunya belum memi­liki kesempatan mem­buahkan akibat, maka asanna kam­ma akan mem­buah­kan hasil pada ke­hidupan selan­jutnya.

Suatu saat, seekor katak mende­ngarkan Dhamma yang dibabarkan oleh seorang bhikkhu. Walaupun ka­tak tersebut tidak mengerti Dhamma yang disampaikan, ia merasa sangat se­nang. Saat itu, seorang penggem­bala sapi menekannya dengan sebuah tongkat. Katak tersebut mati dan terlahir di alam dewa dikarenakan asanna kamma (kamma menjelang kematian ) membuahkan hasil.

Contoh lainnya adalah seorang anak laki-laki berusia sekitar 15 tahun yang sakit parah, ayahnya menge­luarkannya dari rumah karena kha­watir jika putranya meninggal, ba­nyak orang yang akan datang melayat dan mereka akan melihat harta keka­yaannya. Walaupun sangat kaya, ia sangat kikir dan bukan seorang umat Buddha. Dengan nana (penge­tahuan) Sang Buddha melihat anak laki-laki tersebut dan datang ke depan rumah mereka, Beliau mengirimkan cahaya pada anak laki-laki tersebut. Ketika ia melihat Sang Buddha, ia merasa sa­ngat senang dan dia belum pernah melihat penampilan yang demikian agung, kemudian ia memberikan penghormatan kepada Sang Buddha dan setelah itu Sang Buddha pergi. Ia mengambil Sang Buddha sebagai objek dan meninggal, ia terlahir di alam dewa. Melihat Sang Buddha me­rupakan asanna kamma yang be­ker­ja pada momen menjelang ke­matian.

3. Acinna kamma

Kamma selanjutnya adalah acinna kamma. Jika tidak ada garukakamma dan asanna kamma yang terlibat pa­da saat menjelang kematian, dan jika 5 javana yang di tengah dari banyak kehidupan lampau belum berkesem­patan membuahkan akibat, maka a¯cinna kamma yang akan meng­ha­silkan akibatnya. Acinna kamma ada­lah kamma kebiasaan selama hi­dup. Di sisi akusala, ada orang yang pekerjaannya membunuh hewan setiap hari untuk dijual. Ini meru­pakan kamma kebiasaan dan mung­kin akan membuahkan hasil pada kehidupan selanjutnya. Di sisi yang baik, beberapa orang setiap hari me­muja Sang Buddha dengan penuh penghormatan, mendermakan ma­kan­an secara rutin, mempersem­bah­kan air dan bunga secara rutin, se­nan­tiasa mendengarkan Dhamma, selalu menjaga sila atau bermeditasi. Ini merupakan kamma kebiasaan mereka dan jika tidak ada kamma lain pada saat menjelang kematian, maka acinnakamma akan membuahkan hasil pada kehidupan mendatang.

4. Katata kamma

Mari kita lanjutkan pada kamma berikutnya yang disebut katatta kam­ma. Ada kusala atau akusala kamma yang terkadang jarang dila­kukan dan segera dilupakan, ini di­sebut katata kamma. Jika tidak ada 3 jenis kamma di atas dan lima javana kamma tengah dari banyak kehi­dupan lampau belum berkesempatan membuahkan hasil, maka katata kamma mungkin dapat membuahkan akibatnya pada kehi­dupan berikut­nya.

Bersamaan dengan kamma, kita juga perlu membahas akibat dari kamma (vipaka).

Vipaka tersusun dari kata “vi” dan “paka”. “Vi” artinya “ tidak sama” dan “paka” berarti “hasil atau aki­bat”. Apa yang tidak sama? Yang ti­dak sama adalah Kusala dan akusala. Kusala terbebas dari ketidakbaikan  dan memberikan hasil yang baik. Akusala disertai ketidakbaikan dan memberikan hasil yang buruk. V­i­paka merupakan hasil dari kusala dan akusala yang sifat dasarnya tidak sama.

Cara Sang Buddha mengajar tidak seperti yang lainnya. Contohnya, se­hubungan dengan pana pata, Ni­gan­danathaputta, petapa telanjang ber­kata, “Siapapun yang melakukan kamma panatipata akan masuk nera­ka”. Tetapi Sang Buddha tidak berka­ta demikian dalam hal pana ti­pata. Sang Buddha berkata, “Panatipato niraya samvattaniko” (Siapapun yang melakukan kamma panatipata, mung­kin akan masuk neraka). Sang Buddha tidak mengatakan “pasti masuk”, tetapi Beliau mengatakan “mungkin masuk”. Walaupun demikian, jika kamma buruk yang dilakukan cukup berat sehingga dapat menghasilkan akibat pada kehidupan selanjutnya, maka orang tersebut akan terlahir di neraka dan mendapatkan akibat bu­ruk seperti yang terjadi pada  De­va­data.

Sang Buddha membabarkan da­lam Sankhadhamma Sutta mengenai cara untuk lolos atau menunda aku­salakamma tertentu. Puthujjana mung­kin melakukan akusala. Setelah melakukan akusala, maka ia tidak perlu merasa sedih yang berlebihan; hendaknya ia melakukan hal-hal sebagai berikut :

1. Mengetahui akusala yang telah diperbuatnya.

2. Mengetahui bahwa adalah salah melakukan hal tersebut.

3. Mengakui kesalahannya pada seorang guru atau teman.

4. Berusaha menahan diri agar tidak kembali melakukan kesalahan yang sama.

5. Terus melakukan perbuatan baik.

Dengan melakukan hal demikian, ia mungkin dapat menunda akibat da­ri akusalakamma yang telah diper­buatnya, tetapi ini bukanlah proses pembatalan. Bergantung pada kon­disi-kondisi, sebuah kamma akan membuahkan hasil. Akusalakamma tidak dapat membuahkan hasil pada me­reka yang memiliki kondisi- kondisi yang baik.

Dalam Lonakapalla Sutta, Sang Buddha memberikan perumpamaan jika segumpal garam dimasukkan dalam secangkir air, maka air tersebut akan menjadi terlalu asin untuk di­minum. Jika jumlah garam yang sama dimasukkan ke sebuah danau atau sebuah sungai, maka rasa asin akan menghilang karena banyaknya air. Inilah yang disebut dengan kondisi yang baik.

Demikian pula, seseorang mela­kukan banyak perbuatan baik dan berbudi luhur, tetapi karena ia adalah seorang puthujjana, terkadang ia juga melakukan akusala. Sedangkan orang lainnya tidak bajik dan selalu mela­kukan akusala. Hasil atau akibat yang akan mereka terima tidak akan sama.

Seseorang yang tidak bajik tidak memiliki kondisi-kondisi yang baik, jadi jika ia selalu melakukan akusala, ketika akusala tersebut membuahkan hasil, ia akan menderita dalam jangka waktu yang lama.

Oleh sebab itu, kamma bukanlah sesuatu yang kita harus pasrahkan begitu saja, tetapi merupakan sesuatu yang harus kita ubah. Kita harus menggantikan yang buruk dengan yang baik. Setelah memahami kam­ma, jika kita dapat menghindari aku­sala dan berusaha melakukan kusala kamma, kita dapat pergi dari satu ke­hidupan yang baik menuju kehidupan baik lainnya.

Jika kita dapat mengikis kilesa¯ secara sepenuhnya, kamma–kamma tersebut baik yang baik maupun yang buruk, tidak akan dapat membuahkan akibatnya lagi dan kita akan men­capai Nibbana.

Sabbe satta bhavantu sukhitatta.

Semoga semua makhluk hidup berbahagia.

Sumber :

http://harian.analisadaily.com/mimbar-agama-buddha/news/kamma-dan-vipaka/271243/2016/10/06

Comments are not available at the moment.

Sorry, the comment form has been disabled on this page/article.
Related post
Umat Buddha Penuh Berkah dalam Puja Bakti Vihara Caggasasana Tangerang

padamutisarana

05 Agu 2022

Tisarana.net Rabu, 3 Agustus 2022 pukul 19.00 WIB umat Buddha di Vihara Caggasasana Tangerang sudah mulai berdatangan untuk mengikuti acara rutin yaitu puja bakti. Puja Bakti ini merupakan kegiatan yang sangat baik dimana umat Buddha dapat melakukan kebajikan secara lengkap melalui ucapan, pikiran, dan perbuatan. Perbuatan baik melalui pikiran, umat Buddha dapat melatih meditasi dengan …

Generasi Muda Penuh Berkah oleh Roch Aksiadi

padamutisarana

31 Jul 2022

Tisarana.Net – Tangerang, 30 Juli 2022 Vihara Punna Karya terletak di Curug Kabupaten Tangerang dan bagi warga Buddhis di Tangerang Vihara ini  sudah tidak asing lagi. Vihara Punna Karya terus memberikan pelayanan bagi umat Buddha di sekitar Tangerang dengan sangat baik. Tempatnya sangat nyaman dan pelayanannya sangat baik, semoga Vihara Punna Karya semakin sukses. Pelayanan …

Seni Hidup Bahagia

padamutisarana

19 Nov 2021

Seni Hidup Bahagia oleh Roch Aksiadi Mengapa kita harus bahagia? Bagaimana caranya merubah penderitaan menjadi kebahagiaan? Bagaimana memperoleh kebahagiaan yang sesunguhnya? Cara meraih kebahagiaan diantaranya adalah: Ucapkan Terima Kasih Pada Penderitaan Kondisikan Kebahagiaan dengan senyuman Ubah Penderitaan Menjadi Kebahagiaan Memahami Arti Kebahagiaan Mari kita simak bersama-sama video Seni Hidup Bahagia berikut: Berikut Presentasi Seni Hidup …

Membangun Karakter Buddhis 4.0

padamutisarana

04 Mei 2019

  Minggu, 5 Mei 2019 Karakter adalah sebuah hal penting dalam kehidupan manusia. Karakter seperti apakah yang seharusnya dimiliki oleh umat Buddha dalam menghadapi era yang serba digital, yang pastinya akan mempengaruhi pola pikir manusia saat ini ? Era Industri 4.0 sudah berjalan di peradaban manusia, tidak terelakkan juga negara Inonesia turut terkena angin perubahan …

Nasihat Mulia Guru Buddha untuk Perumah Tangga

padamutisarana

04 Mei 2019

Maret 2019 “ Keyakinan adalah HARTA TERBAIK manusia disini DHAMMA yang di praktekkan dengan baik membawa KEBAHAGIAAN KEBENARAN adalah benar-benar PALING MANIS diantara cita rasa Orang yang hidup dengan KEBIJAKSANAANLAH yang dikatakan hidup PALING BAIK ” Samyuta Nikaya I : 228 Diatas adalah ajaran Guru Buddha untuk meningkatkan kwalitas batin umat Buddha menuju kebahagiaan hidup …

MEDITASI SARANA PEMBUKTIAN ADANYA KELAHIRAN KEMBALI oleh: YM.Bhikkhu Uttamo Mahathera

padamutisarana

25 Sep 2017

Masalah kehidupan sering menjadi suatu teka-teki untuk kita. Kadang kita bertanya-tanya, sesungguhnya dari mana kita berasal? Dari mana datangnya, apakah kita muncul begitu saja? Ataukah ada sebab lain? Ada banyak pendapat yang mengatakan bahwa kita dicipta.Tetapi seandainya kita lalu menanyakan kenapa saya dicipta menderita? Mengapa dia dicipta bahagia? Kenapa dia dicipta sehat dan saya dicipta …

x
x