- BeritaMusda I Sukses Membawa Dwi Sektiyono Cahyo sebagai Ketua, PERGABI DIY Siap Berkarya untuk Kemajuan Pendidikan Agama Buddha
- ArtikelMeditasi Pernafasan – Pendahuluan Anapanasati Pokok Meditasi oleh YM. Kasapa Thera
- AgendaSutrimo Pimpin PERGABI Kalimantan Utara: Komitmen untuk Pendidikan Agama Buddha yang Berkualitas
- ArtikelMusda I PERGABI Jawa Timur: Sunarto Terpilih Menjadi Ketua
- ArtikelMusda 1 Pergabi Kalsel: Narmin Resmi Terpilih sebagai Ketua Baru
- BeritaKonsolidasi PERGABI Kalimantan Barat: Subari, S.Ag Terpilih Menjadi Ketua dalam Musda I
- ArtikelPELAKSANAAN PROJEK PENGUATAN PROFIL PELAJAR PANCASILA (P5) PADA MATA PELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA BUDDHA DAN BUDI PEKERTI
BIJAKSANA DALAM BERBAGAI SITUASI
Oleh :
Venerable Ajahn Sumedho
Terkadang kebijaksanaan (insight) timbul pada saat yang tak terduga. Peristiwa ini terjadi pada diri saya manakala saya tinggal di Wat Pah Pong. Daerah timur laut Thailand dengan semak-belukar serta dataran-rendahnya bukanlah tempat yang terindah dan disukai di dunia; dan daerah ini menjadi sangat terik di musim panas. Kita mesti keluar di tengah terik siang pada tiap hari Uposatha dan menyapu dedaunan di jalan.
Daerah yang harus disapu sangat luas. Kami akan menghabiskan siang itu di bawah jerangan matahari, berkeringat dan menyapu dedaunan hingga menjadi tumpukan dengan sapu-lidi biasa; inilah salah satu tugas kami. Saya tidak suka melakukan ini. Saya kerap berpikir, ‘Saya tidak mau melakukannya. [Jauh-jauh] saya ke sini bukanlah buat menyapu dedaunan; Saya ke sini untuk mencapai pencerahan — dan mereka malah menyuruh saya menyapu rontokan daun. Lagipula, cuaca di luar sangat panas, saya berkulit putih; Saya bisa kena kanker kulit6.’ Saya berdiri di luar sana di suatu siang, merasa sangat malang, dan berpikir, ‘Duhh, apa yang kulakukan di sini? Kenapa aku ke sini? Mengapa aku tinggal di sini?’ Di sana, saya berdiri dengan sapu bergagang panjang, lunglai, menyesali diri sendiri dan membenci semuanya.
Kemudian Ajahn Chah datang, tersenyum kepada saya serta berkata,‘Wat Pah Pong [ternyata] adalah penuh penderitaan, ya `kan ?’ seraya melangkah pergi. Saya lalu berpikir, ‘Mengapa ia berkata demikian?’ dan, ‘Sesungguhnya, kamu juga tahu, semuanya toh tidak begitu buruk.’ — Ia membuat saya merenung: Apakah menyapu dedaunan benar mengesalkan? … Tidak, tidak demikian. Perbuatan ini termasuk netral; anda menyapu dedaunan, dan bukan soal di sini ataupun di sana … Apakah keringatan ini begitu menyengsarakan? Apakah pengalaman ini sungguh celaka dan memalukan? Apakah ini benar-benar seburuk anggapan saya? …. Tidak, — berkeringat itu okeoke saja, sesuatu yang alami sekali. Dan saya juga tidak mendapat kanker kulit, lagian orang-orang di Wat Pah Pong sangatlah baik. Gurunya amat bijak dan ramah. Para bhikkhu memperlakukan saya dengan baik. Para umat awam datang serta memberi makanan, dan ….. Apa yang
saya gerutukan?’
Dengan merefleksikan pengalaman nyata di sana, saya pun berpikir, ‘Saya baik-baik saja. Orang-orang menghargai saya. Saya diperlakukan dengan baik. Saya diajari oleh orang yang menyenangkan di negeri yang sangat menyenangkan. Tak ada apapun yang salah, kecuali saya ; saya membuatnya jadi masalah karena saya tidak mau keringatan dan menyapu dedaunan.’ Kemudian saya memiliki pengetahuan-kebijaksanaan yang sangat jelas. Tiba-tiba saya menangkap sesuatu dalam diri saya yang selalu menggerutu dan mencela, serta yang menghambat saya untuk membaktikan diri pada apapun atau mempersembahkan diri pada situasi manapun. Pelajaran lain dari pengalaman saya berasal dari adat-kebiasaan mencuci kaki para bhikkhu senior ketika mereka pulang dari keliling pindapata (menerima persembahan makanan). Setelah mereka berjalan telanjang kaki melalui desa-desa dan sawah, kaki mereka akan berlumpur. Di luar ruang makan terdapat tempat mencuci kaki. Ketika Ajahn Chah datang, semua bhikkhu — sekitar 20 atau 30 orang — akan menghambur keluar dan mencuci kaki beliau.
Tatkala pertama kali melihatnya, saya berpikir, ‘Saya tidak akan melakukan itu. Tidak akan!’ Keesokan harinya, kembali tiga puluh bhikkhu terburuburu keluar ketika Ajahn Chah muncul dan mencuci kaki beliau — saya berpikir, ‘Sungguh perbuatan yang bodoh —tiga puluh bhikkhu mencuci kaki satu orang. Saya tidak bakal melakukan itu.’ Keesokan harinya lagi, reaksi saya bertambah keras… tiga puluh bhikkhu menghambur dan mencuci kaki Ajahn Chah dan….’ Saya benar-benar marah. Saya muak! Saya merasa itu adalah hal terbodoh yang pernah saya lihat — tiga puluh orang pergi mencuci kaki satu orang! Mungkin Ajahn Chah mengira bahwa ia patut menerimanya, tahukah anda — kebiasaan ini benar-benar mengelembungkan egonya.
Mungkin ia jadi punya ego raksasa, dengan banyaknya orang yang mencuci kakinya setiap hari. Saya takkan pernah melakukannya!’ Saat itu saya mulai membangun reaksi yang kuat, reaksi yang berlebihan. Saya akan duduk di sana dan merasa sangat sengsara dan marah. Saya akan melihat para bhikkhu dan berpikir, ‘Mereka semua tampak dungu di mata saya. Saya tak tahu lagi apa gunanya saya di sini.’
Tetapi saya mulai mendengar pemikiran saya dan berpikir, ‘Sungguh cara berpikir yang tak menyenangkan. Apa sih yang benar perlu untuk di buat kesal? Mereka toh tidak meminta saya untuk melakukannya. Tidak apa-apa – [sebenarnya] tidak ada yang salah tho dengan tiga puluh orang mencuci kaki satu orang. Perbuatan itu tidaklah tak-bermoral atau jahat, mungkin mereka memang menikmatinya; barangkali mereka memang ingin melakukannya — mungkin tak apa-apa untuk melakukannya…. Mungkin saya harus melakukannya!’ Maka keesokan paginya, tiga-puluh-satu bhikkhu tergopoh-gopoh mencuci kaki Ajahn Chah.
Selanjutnya tiada masalah lagi. Saya merasa sangat baik: hal buruk dalam diri saya telah berhenti. Kita dapat berefleksi dengan hal-hal yang menimbulkan kekesalan dan kemarahan dalam diri kita: apa sungguh ada yang salah dengan mereka atau justru kita sendiri yang menciptakan dukkha darinya? Kemudian kita pun mulai memahami masalah-masalah yang kita ciptakan dalam hidup kita sendiri dan pada hidup orang lain di sekitar kita. Dengan perhatian-penuh (mindfulness) kita akan sanggup menanggung keseluruhan hidup ini — beserta kegairahan dan kebosanannya, harapan dan keputusasaannya, kenikmatan dan kesakitannya, takjub dan kelelahannya, awal serta akhirnya, lahir dan matinya.
Kita sanggup menerima keseluruhannya dalam benak kita daripada hanya menyerap yang menyenangkan serta menekan yang tidak menyenangkan. Proses insight adalah: menyongsong dukkha, melihat dukkha, mengakui dukkha, mengenali dukkha dalam segala bentuknya. Sehingga anda tak lagi latah bereaksi seperti kebiasaan lama, larut menimang hawa-nafsu atau menekan. Oleh karena itu anda jadi mampu menanggung penderitaan, anda bisa lebih sabar dalam menghadapinya. Ajaran ini tidaklah berada di luar pengalaman kita. Sebaliknya, ajaran ini merupakan refleksi pengalaman nyata kita — bukan permasalahan intelektual yang rumit. Jadi berusahalah sunguh-sungguh dalam pengembangan-diri daripada terjebak dalam rutinitas. Seberapa sering anda merasa bersalah atas kegagalan dan kesalahan anda di masa lampau? Apakah anda harus menghabiskan seluruh waktu anda memuntahkan kembali semua yang telah terjadi dalam hidup anda dan tengelam dalam spekulasi dan analisis tanpa henti? Beberapa orang membentuk dirinya menjadi kepribadian yang begitu rumitnya.
Bila anda terus hanyut tenggelam dalam ingatan, pandanganpandangan serta opini anda sendiri, maka anda akan terus terjebak di dalam dunia ini dan takkan pernah melampauinya. Anda dapat melepas beban ini bila anda bersedia menggunakan ajaran dengan terampil. Katakan pada diri sendiri: ‘Saya tidak akan terjebak lagi; saya menolak untuk ikut dalam permainan ini. Saya takkan menyerah pada gejolak suasana hati ini.’ Mulailah menempatkan diri anda pada posisi yang mengetahui: ‘Saya mengetahui ini adalah dukkha; itu adalah dukkha.’ Adalah sangat penting untuk bertekad bersedia menyongsong dimana ada penderitaan dan mau tinggal bersamanya. Sebab hanya dengan mengamati dan mehadapi-langsung penderitaan dengan cara demikian maka seseorang boleh berharap untuk mendapatkan pengetahuan yang mendalam: ‘Penderitaan ini telah dimengerti.’ Jadi inilah ketiga aspek dari Kebenaran Ariya Pertama.
Inilah formula yang musti kita gunakan dan aplikasikan dalam refleksi hidup kita. Bilamana anda merasakan penderitaan, pertama-tama buatlah pengenalan: ‘Itu adalah penderitaan’, kemudian: ‘Penderitaan harus dipahami’, dan akhirnya: ‘Penderitaan telah dipahami.’ Pemahaman dukkha ini adalah pengetahuan-kebijaksanaan dari Kebenaran Ariya Pertama.
Sumber :
Vidyasena Production
Vihara Vidyaloka
padamutisarana
28 Nov 2024
Meditasi Pernafasan adalah salah satu meditasi Buddhis yang sangat populer dan mudah dilakukan untuk mengembangkan batin dan nilai luhur setiap manusia Menurut Ajaran Sang Maha Buddha, ada 40 mata pokok Meditasi yang diperuntukkan bekerjanya pikiran dalam membangun Ketenangan melalui Jhana (Pencerapan). Ini adalah disebut Kamma-tthana, dan kata ‘Thanam’ (tempat, stasiun, landasan). Jadi, Kammatthana berarti …
padamutisarana
09 Nov 2024
Tanjung Selor, 09 November 2024 – Perkumpulan Guru Agama Buddha Indonesia (PERGABI) kini resmi terbentuk di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Kepengurusan PERGABI Kaltara untuk masa bakti 2024-2027 dibentuk melalui Musyawarah Daerah I (Musda I) PERGABI Kaltara yang berlangsung secara luring di Sekolah Buddhis Paramita bagi anggota yang berdomisili di Tanjung Selor dan daring bagi anggota …
padamutisarana
10 Agu 2024
Magetan, 10 Agustus 2024 – Perkumpulan Guru Agama Buddha Indonesia (PERGABI) Provinsi Jawa Timur mengadakan Musyawarah Daerah (Musda) I di Hotel Merah 2 Sarangan Kabupaten Magetan Jawa Timur untuk pembentukan Pengurus Daerah (PD) PERGABI Jawa Timur yang pertama. Bapak Roch Aksiadi, S.Ag., ST., MM., selaku Sekretaris Jenderal Pengurus Pusat PERGABI hadir dengan penuh semangat dan …
padamutisarana
21 Jun 2024
Kalimantan Selatan, 14 Juni 2024 – Perkumpulan Guru Agama Buddha Indonesia (Pergabi) Provinsi Kalimantan Selatan sukses mengadakan Musyawarah Daerah (Musda) 1 yang dipusatkan di Aula Vihara Buddha Sasana Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, pada Jumat, 14 Juni 2024. Kegiatan ini dihadiri oleh Ketua Umum Pengurus Pusat Pergabi, Bapak Sukiman, S.Ag., M.Pd.B., dengan tujuan untuk membentuk Pengurus …
padamutisarana
30 Mei 2024
Berdasarkan Permendikbudristek No. 56/M/2022, Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila adalah kegiatan kokurikuler berbasis projek yag dirancang guna menguatkan pencapaian kompetensi dan karakter profil pelajar Pancasila yang disusun berdasarkan Standar Kompetensi Lulusan. Projek ini merupakan bagian dari Kurikulum Merdeka, yang bertujuan untuk menciptakan lulusan siswa-siswa Indonesia yang tergambar sebagai profil Pelajar Pancasila. Dalam upaya membentuk Profil …
padamutisarana
30 Mei 2024
Batam, Tisarana.net – Rabu, 29 Mei 2024 Perkumpulan Guru Agama Buddha Indonesia (PERGABI) resmi terbentuk di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri). Kepengurusan PERGABI Kepri untuk masa bakti 2024-2027 dibentuk melalui Musyawarah Daerah I (Musda I) PERGABI Kepri yang berlangsung di BIZ Hotel, Batam. Acara tersebut juga menjadi momen penting untuk pelantikan ketua baru. Dalam sambutannya, Edy …
10 Feb 2018 8.995 views
Kalyanamitta berasal dari kata Kalyana yang artinya baik atau bagus dan Mitta yang artinya teman. Jadi Kalyanamitta berarti teman yang baik atau bagus yang dapat menjadikan diri kita selalu waspada dalam menempuh kehidupan dunia dan setelah meninggal. Terdapat empat macam sahabat yang dipandang berhati tulus ( suhada ) : yaitu A. sahabat penolong ( upakaro …
21 Feb 2016 8.880 views
Ada dua orang yang tidak terbalas jasa-jasa nya siapakah mereka ? AYAH dan IBU-mu. Barang siapa dapat mendorong orangtua-Nya menjadi berkeyakinan, berkebajikan, murah hati, bijaksana, dengan berbuat begitu, orang ini telah membalas, bahkan ia telah berbuat lebih dari pada sekedar membalas jasa-jasa orangtua-NYA. ( Anguttara Nikaya 161 ) Pada kesempatan ini saya ingin mengajak para DERMAWAN yang bisa …
30 Nov 2015 8.629 views
Agama Buddha yang oleh umat Buddha dikenal sebagai Buddha Dhamma, bersumber pada kesunyataan yang diungkapkan oleh Sang Buddha Gotama lebih dari dua ribu lima ratus tahun yang lalu, yang menguraikan hakekat kehidupan berdasarkan Pandangan Terang, dan oleh karenanya dapat membebaskan manusia dari ketidaktahuan (avijja) dan penderitaan (dukkha). Dalam sejarah perkembangan agama Buddha, telah timbul berbagai …
22 Feb 2016 6.566 views
DOKTRIN KELAHIRAN KEMBALI Apakah ada kehidupan sebelum kelahiran ? Akankah ada kehidupan setelah kematian ? Ini adalah pertanyaan – pertanyaan yang perlu dibicarakan secara serius dan tenang. Pertanyaan – pertanyaan yang memiliki kepentingan filosofis seperti itu harus dipertimbangkan dengan segenap pemikiran manusia secara objektif dan tanpa prasangka, tidak dipengaruhi oleh perasaan pribadinya. Seseorang mestinya jangan …
28 Jan 2017 5.779 views
Oleh : Y.M. Acharya Buddharakkhita Terdapat berbagai cara dalam latihan metta-bhavana, meditasi cinta kasih universal. Tiga metode dasar akan diuraikan di sini. Petunjuk-petunjuk ini, didasarkan pada sumber-sumber kitab suci dan kitab komentar, ditujukan untuk menjelaskan latihan meditasi metta dalam cara yang jelas, sederhana, dan langsung sehingga setiap orang yang bersungguh-sungguh ingin melaksanakan latihan tidak memiliki …
16 Sep 2018 5.468 views
Sekolah Minggu Remaja Pusdiklat Buddhis Sikkhadama Santibhumi, hari minggu 16 September 2018, di pagi yang cerah para remaja Buddhis berdatangan untuk melaksankan puja terhadap Guru Agung Buddha. Lantunan parita yang baik, terlihat pemimpin puja Aryo dan Anan membaca sesuai dengan tanda baca yang benar. Hal ini merupakan kebanggan bagi remaja Buddhis yang terus dapat turut …
03 Des 2017 4.916 views
“ Anuttaram Punnakhetam Lokassati” Dalam kehidupan manusia didunia ini, terdapat 4 hal yang selalu diinginkan, yaitu : menjadi kaya raya, memperoleh kedudukan yang tinggi, usia panjang, dan mencapai alam kebahagiaan setelah berakhirnya kehidupan di dunia. Secara universal praktek memberi (berdana) dikenal sebagai salah satu keluhuran manusia yang paling mendasar. Terlebih dalam ajaran agama Buddha berdana …
Comments are not available at the moment.