0812 1222 4419 ratanavaro@gmail.com

agama buddha itu kuno kata siapa by tisaranadotnet

Oleh : YM. Bhikkhu Uttamo Mahathera

“sungguh bahagia jika kita hidup tanpa membenci diantara orang-orang yang membenci”

Kita melihat agama Buddha ‘secara sekilas’ maka kita akan dihadapi pada satu tanggapan bahwa agama Buddha adalah agama yang tidak menarik, agama yang kadang-kadang terlihat bersifat mistis dan sudah tidak lagi cocok dengan kehidupan modern seperti sekarang ini.

Mengapa demikian? Coba kita perhatikan semua perlengkapan sembahyang di altar. Ada patung yang maha besar dan kita bernamaskara atau satu persujudan kepada patung tersebut sehingga orang lalu menyatakan bahwa agama Buddha adalah penyembah berhala. Kita juga akan menemukan dupa/hio dan bunga yang mirip seperti untuk sesajen.

Kemudian ada lilin yang seolah-olah berkata bahwa agama Buddha belum percaya akan adanya listrik. Belum lagi terlihat gentong yang memberi kesan seolah-olah kita sedang berada ditoko barang antik. Kalau kita perhatikan lagi, kita akan menemukan mahluk-mahluk yang lebih antik lagi; yakni bahwa di zaman yang canggih seperti ini kita tetap duduk di lantai bila sedang melaksanakan kebaktian. Dari sinilah kritikan-kritikan terhadap agama Buddha dilontarkan! Kita mungkin pernah mendengar orang mengatakan bahwa agama Buddha adalah agama yang sudah kuno dan ketinggalan zaman. Hal ini dapat dimengerti karena mereka hanya melihat dari sudut/tradisi luar saja. Padahal ajaran Sang Buddha tidak pernah ketinggalan zaman.

Lalu apa buktinya bahwa agama Buddha itu mengikuti perkembangan zaman? Setiap kali kita mengikuti kebaktian, kita tentu membaca tuntunan tisarana dan pancasila yaitu menghindari pembunuhan dan penganiayaan, pencurian, penzinahan, kebohongan dan mabuk-mabukan. Apakah pancasila ini sudah kuno dan milik agama Buddha saja? Apakah agama lain menghalalkan pembunuhan dan penganiayaan, pencurian, penzinahan, kebohongan dan mabuk-mabukan? Tentu kita akan menjawab: “tidak!” karena semua manusia pasti harus melaksanakan Pancasila baik pada masa yang lampau, sekarang maupun pada masa yang akan datang. Ini adalah salah satu bukti bahwa ajaran Sang Buddha selalu mengikuti perkembangan zaman.

Mungkin hal ini belum dapat memuaskan saudara karena masih terlalu umum. Untuk itu mari kita melihat intisari/jantung dari seluruh ajaran Sang Buddha. Apakah intisari/jantung ajaran Sang Buddha itu? Intinya adalah “kurangi kejahatan, tambahlah kebaikan, sucikan hati dan pikiran.” Apakah hal tersebut hanya berlaku di zaman Sang Buddha dan hanya milik agama Buddha saja? Apakah agama lain menganjurkan: “tambahlah kejahatan, kurangi kebaikan dan kacaukan pikiran?” tentu tidak! Dengan demikian tidak ada alasan untuk mengatakan bahwa ajaran Sang Buddha sudah kuno dan ketinggalan zaman. Karena sesungguhnya ajaran Sang Buddha selalu mengikuti zaman! Bahkan Albert Einstein yang terkenal sebagai bapak ilmu pengetahuan pernah menyatakan bahwa “agama yang bisa menjawab tantangan ilmu pengetahuan adalah agama Buddha.”

Oleh karena itu berbahagialah kita sebagai umat Buddha. Namun hanya berpuas diri sebagai umat Buddha masih belum cukup, karena ada ajaran yang lebih dalam lagi yaitu kita hendaknya bisa melaksanakan ajaran Sang Buddha didalam kehidupan sehari-hari. Ini penting sekali karena ajaran Sang buddha itu tidak hanya bersifat teori tetapi perlu dilaksanakan! Hal ini sama dengan contoh orang yang mempunyai hobby berenang. Misalnya saudara diberitahu bahwa berenang itu menyenangkan dan dengan bisa berenang maka saudara tidak perlu lagi takut kepada air. Lalu saudara suka berkhayal tentang berenang. Tetapi karena saudara tidak pernah mau mencoba, apakah saudara akan bisa berenang, walaupun teori-teori berenang sudah saudara kuasai? Apakah saudara cuma cukup berbangga: “ah… saya ‘kan bisa teori berenang” tentu tidak! Demikian pula dengan ajaran Sang Buddha! Ajaran Sang Buddha memang sungguh luar biasa, begitu agung, begitu indah dan tidak pernah k e ti n g g al a n z am a n. T e t a pi k al a u s a ud a r a tid a k p e r n a h mempraktekkannya, apakah hal tersebut akan bermanfaat? Justru dengan melaksanakan ajaran Sang Buddha, saudara akan bisa menyelesaikan permasalahan di dalam kehidupan sehari-hari.

Lalu bagaimanakah cara menyelesaikan permasalahan kehidupan dengan ajaran Sang Buddha? Sebetulnya ajaran Sang Buddha itu sudah terbabar di altar, hanya saja kita jarang memperhatikannya. Perlengkapan sembahyang yang dianggap kuno itu ternyata mampu menjadi salah satu medium yang dapat membabarkan Dhamma karena tersirat makna yang cukup dalam dan bisa digunakan untuk menyelesaikan permasalahan kehidupan:

  1. Patung Sang Buddha

Patung Sang Buddha ini bentuknya bermacam-macam. Ada yang menggunakan bentuk seperti payung yang ada di Candi Borobudur, ada yang menggunakan gaya India, Thailand, Srilanka, dsb. Kenapa bisa berbeda-beda? Karena sesungguhnya patung Sang Buddha bukan melambangkan/mewujudkan manusia Siddhattha Gotama. Jadi kalau saudara berada di depan patung Sang Buddha, jangan saudara membayangkan bahwa Sang Buddha itu seperti patung yang ada di hadapan saudara atau yang pernah saudara lihat. Kalau kita mengingat kembali riwayat hidup Sang Buddha, kita akan melihat bahwa ketika beliau masih menjadi Bodhisatva, sesungguhnya beliau memiliki satu kehidupan yang Sangat berlebihan; ada harta, tahta dan wanita. Namun Pangeran Siddhattha adalah manusia yang memiliki cara berpikir yang berbeda. Ketika Beliau menyadari bahwa sesungguhnya hidup ini tidak kekal dan tidak memuaskan, Beliau pun memutuskan untuk mencari obat yang dapat mengatasi ketuaan, sakit, lahir dan mati; dan malam itu juga Beliau berhasil menembus hakekat hidup yang tidak kekal yang disebut mencapai Nibbana/padamnya keinginan yang sekarang diperingati setiap hari waisak. Inilah sesungguhnya makna yang terkandung dari patung Sang Buddha yaitu lambang semangat yang tidak pernah kenal putus asa. Ketika melihat patung Sang Buddha, hendaknya muncul semangat untuk bekerja, semangat untuk berjuang dalam meraih cita-cita. Kita bersujud di depan patung Sang Buddha adalah untuk menghormati guru kita yang telah mengajarkan kebenaran, jadi bukan menyembah pada patung. Dengan demikian, kita tidak akan pernah kekurangan/kehilangan semangat dalam perjuangan hidup kita.

  1. Lilin

Lilin Ini sesungguhnya juga merupakan lambing. Seperti lilin yang rela hancur demi menerangi kegelapan, demikian hendaknya seorang umat Buddha mau berkorban untuk kepentingan mahluk lain. Pengorbanan besar yang telah diberikan oleh Guru kita; 6 tahun menderita dan membaktikan diri selama 45 tahun untuk mengajarkan Dhamma setiap hari. Kita pun sebagai murid-muridnya hendaknya bersifat demikian; seperti lilin yang menerangi kegelapan, demikian juga hendaknya kita sebagai umat Buddha bisa menjadi pelita didalam kehidupan bermasyarakat dengan kebenaran yang dibabarkan Sang Buddha.

  1. Bunga

Bunga melambangkan ketidakkekalan; hari ini indah dan wangi tetapi besok akan layu, lusa akan membusuk dan dibuang. Demikian pula dengan diri kita; hari ini kita masih kuat, sehat dan cantik tetapi dengan berlalunya Sang waktu; kesehatan, kekuatan, dan kecantikan kita pun akan berlalu. Seperti bunga yang sekarang segar besok akan layu dan dibuang; demikian juga hendaknya kita selalu menyadari bahwa suatu waktu kita akan dibuang, berpisah dengan yang dicintai, berkumpul dengan yang dibenci. Oleh karena itu, tidak ada gunanya kita sombong/berbesar kepala karena semua ada batasnya dan tidak kekal. Ini adalah dhamma yang dipesankan lewat altar.

  1. Air

Air ini melambangkan pembersih segala kotoran. Seperti air yang membersihkan semua debu-debu kotoran; demikian juga ajaran Sang Buddha hendaknya bisa membersihkan segal kekotoran yang melekat dibatin dan pikiran kita baik ketamakan, kebencian maupun kebodohan.